Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh dan Selamat Datang

Pohon Pisang dan Florence Nightingale

Sumber: www.AnneAhira.com

Pohon pisang, siapa yang tidak kenal, mudah ditemukan, dan ada di mana-mana. Namun, tahukah anda bahwa ada keunikan pohon pisang yang tidak dimiliki pohon lainnya, yaitu; pohon pisang tidak akan mati sebelum menghasilkan buah dan tunas yang baru.


Jadi, walaupun batangnya ditebang berkali kali, ia tak akan mati, selalu dan pasti tumbuh lagi. Sampai akhirnya pohon pisang telah menghasilkan buah, dan telah menyiapkan tunasnya yang baru sebagai penerus keturunan. Barulah ia siap mati.


Luar biasa! Sungguh pembelajaran hidup yang sarat makna. Setidaknya ada tiga pelajaran yang bisa kita ambil dari keunikan pohon pisang ini.


Semangat bertahan hidup (survival spirit)




Untuk dapat bertahan dan menjadi pemenang di kehidupan, amat sangat dibutuhkan kemampuan ini. Hanya pecundang sejati sajalah yang sekali tebang langsung tumbang dan tak mau lagi tumbuh dan berkembang. Bandingkan dengan pohon pisang yang selalu tumbuh lagi walau berkali-kali ditebang. Pelajaran kedua adalah semangat untuk selalu memberikan manfaat


Semangat untuk selalu memberikan manfaat (contribution spirit)




Sesungguhnya motivasi yang membuat pohon pisang dapat terus bertahan hidup adalah keinginan untuk menghasilkan buahnya yang belum tercapai. Ia mentargetkan hidupnya untuk menghasikan manfaat, selama itu belum tercapai pantang baginya untuk berhenti di tengah jalan. 


Semangat untuk terus melakukan regenerasi (regeneration spirit)




Setelah memberikan manfaat dalam hidupnya, tak lupa ia untuk menyiapkan generasi berikutnya yang dikemudian hari juga akan memberikan manfaat. Pohon pisang akan mati dengan tenang setelah regenerasi tercapai.


Seharusnya manusia bisa meniru sifat pohon pisang ini, namun hanya sedikit yang bisa, salah satunya adalah Florence Nightingale. Ia dilahirkan di Italia tepatnya di daerah Firenze, dari keluarga tuan tanah yang kaya pada tanggal 12 Mei 1820.


Walau dibesarkan di keluarga bangsawan, Florence remaja memiliki jiwa sosial yang sangat besar. Di masanya hampir tak ada anak gadis yang mau menjadi perawat  sebab identik dengan pekerjaan yang rendah dan memalukan, apalagi bagi seorang wanita ningrat.


Namun, Florence tak peduli. Dengan jiwa sosial yang diliputi kasih sesama manusia, dia menetapkan hati untuk pergi menjadi sukarelawan menolong korban perang di berbagai medan pertempuran, salah satunya adalah di Krimea, Turki (sekarang wilayah Ukraina). Walau ia ditentang seluruh keluarga dan dilecehkan masyarakat, semangat pengabdiannya kepada kemanusiaan lebih besar dari segalanya.


Di Krimea Florence manghadapi kondisi yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya. Banyaknya para prajurit yang terluka dan diamputasi dengan persiapan dan perlengkapan seadanya, sehingga mereka dengan mudahnya kehilangan tangan, kaki dan potongan tubuh lainnya.


Kondisi tersebut diperparah dengan tak adanya sikap higienis yang diperlihatkan oleh para dokter dan perawat di sana, mereka membuang dan menumpuk begitu saja potongan tubuh hasil operasi dan amputasi di luar jendela sehingga mengeluarkan bau  busuk luar biasa.


Namun, hal itu tak mengendurkan semangat Florence, setiap malam dengan berbekal lampu lentera dia menyisir setiap jengkal medan laga mencari korban perang yang mungkin masih bisa diselamatkan dan membawanya ke rumah sakit untuk diberikan pertolongan.


Dia tak mempedulikan suku bangsa, negara, dan agama prajurit yang ditolongnya. Sejak saat itulah ia terkenal sebagai “bidadari berlampu di malam gelap gulita”.


Pengalaman buruknya sebagai perawat di rumah sakit korban perang memotivasi Florence untuk mendirikan sekolah perawat modern yang pertama. Berdirinya sekolah perawat tersebut telah mengubah drastis citra buruk pelayanan kesehatan di masa sebelumnya dan dimulailah dunia keperawatan yang modern.


Kini, orang mengenal sekolah perawat dan kebidanan tersebut dengan nama Florence Nightingale School of Nursing and Midwifery.


Florence Nightingale telah membuktikan, bahwa nilai kemanusiaan di atas segalanya, humanisme itu lintas batas, lintas kelas, lintas ras, dan lintas agama. Ia telah menginspirasi banyak orang untuk melihat sisi lain dari arti kata peperangan.


Seperti itulah seharusnya kita, seperti pohon pisang bagi kehidupan yang gersang. Memiliki semangat perjuangan hidup yang tinggi, selalu ingin berarti dan mengabdi, dan mati meninggalkan generasi yang terinspirasi.

Tidak ada komentar: