Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh dan Selamat Datang

Berharap JK Kembali Jadi RI 2

Hasil pemilu legislatif  telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia menjelang deadline tanggal  9 Mei 2014.  Pasca penetapan hasil pileg konsentrasi partai politik mengarah pada tahapan  Pemilu Presiden dan Wakil Presiden yang akan memasuki tahapan pendafataran bakal calon pada tanggal 18 – 20 Mei 2014.  Berdasarkan hasil penetapan KPU menunjukkan  tidak adanya partai politik yang memperoleh suara sah 25 % secara nasional dan kemungkinan untuk memperoleh 20 % jumlah kursi di DPR juga tidak ada sehingga koalisi partai politik menjadi jalan satu-satunya untuk  memenuhi syarat mengajukan calon Presiden dan Wakil Presiden periode 2014 – 2019 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
Keinginan menjadi Presiden dan Wakil Presiden RI pada umumnya dambaan setiap warga Negara Indonesia, setidaknya bila kita sendiri tidak sanggup maka harapan itu kita gantungkan kepada keluarga, teman, sahabat, satu komunitas, atau sekampung kita.  Hal  ini bukan  berarti mengajak masyarakat bersikap primordialisme tetapi lebih pada prinsip kalau kita bisa mengapa mesti orang lain, kalau bukan sekarang kapan lagi.
Perkembangan politik diberbagai media baik media cetak maupun media elektronik, diberitakan hampir pasti akan dicalonkan oleh tiga partai politik   yang memperoleh suara terbesar yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang akan mencalonkan Joko Widodo, Parati Golongan Karya yang akan mencalonkan Abu Rizal bakrie (ARB), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dengan calonnya Prabowo Subianto dan kemungkinan calon lain akan muncul dari gabungan dari beberapa partai politik yang santer terdengar akan menamakan diri sebagi kelompok poros nusantara.  

MENGIDENTIFIKASI POTENSI GOLPUT

Bagi negara yang menamakan dirinya sebagai negara demokrasi, pemilihan umum merupakan mekanisme utama yang harus ada dalam tahapan penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan.  Pemilu dipandang sebagai bentuk nyata dari kedaulatan yang berada di tangan rakyat serta wujud paling konkret partisipasi rakyat dalam penyelenggaraan negara.  Sehingga tidak salah jika sistem penyelenggaraan Pemilu selalu menjadi perhatian utama bagi stakeholder dan masyarakat umum.  Pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat diharapkan benar-benar dapat diwujudkan melalui penataan sistem dan kualitas penyelenggara pemilu.
            Masyarakat tentu berharap Pemilu 2014, akan terlaksana dengan baik  sehingga pemilu secara prosedural maupun substansial dapat tercapai.  Kendalanya adalah adanya kecenderungan tingkat partisipasi pemilih semakin menurun dari pemilu ke pemilu disisi lain adanya sifat pragmatisme pemilih yang sekarang berkembang. Walaupun diakui di negara yang demokrasinya sudah modren tingkat partisipasi pemilih selalu rendah tidak menjadi masalah.  Namun di Indonesia yang demokrasinya masih berjalan menuju demokrasi modern sangat riskan bila partisipasi pemilih rendah mengingat para pemimpin yang diharapakan terpilih adalah mereka yang mendapat legitimasi dari rakyat.
Menyukseskan pemilu 2014 salah satu target yang harus dicapai oleh Komisi Pemilihan Umum adalah tingkat partisipasi pemilih sebesar 75 %. Di Kabupaten Bone target tersebut telah tercapai pada pemilu Anggota DPR, DPD, DPRD Proinsi dan DPRD Kabupaten/kota tahun 2009 sebesar 75,48 %, Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 sebesar 85,63 % .  Yang perlu mungkin dicermati oleh penyelenggara dan seluruh stakeholder di Bone adalah turunnya partisipasi pemilih pada pemilukada kemarin dibawah 75% yaitu 74,75 % padahal tingkat interest pemilukada lebih menarik bila dibandingkan dengan pemilu legislatif bahkan dari sisi teknis pemilukada lebih mudah dibanding dengan pemilu legislatif 2009.
Ada beberapa letak potensi yang bisa menjadi penyebab tidak tersalurnya hak suara pemilih pada pemilu 9 April nanti yaitu :
1.      Orang yang Sengaja Golput
Golput atau golongan putih adalah suatu tindakan untuk tidak menggunakan hak suaranya untuk memilih pada saat pemilihan umum (pemilu) dengan berbagai faktor dan alasan.  Kelompok ini muncul pada pemilu-pemilu pada zaman orde baru yang mana penyebabnya adalah ketidakmampuan penyelenggara pemilu menyelenggarakan pemilu secara langsung, umum, bebas dan rahasia, serta ketidakmampuan menjaga suara rakyat.
Sekarang golongan putih lebih disebabkan oleh adanya image dari masyarakat yang tidak merasakan manfaat hasil pemilu karena mereka yang terpilih pada pemilu sebelumnya lebih mementingkan golongannya bahkan dirinya sendiri.  Kondisi ini menyebabkan timbulnya ketidakpercayaan pada caleg-caleg sekarang untuk merubah kehidupan berbangsa dan bernegara kearah yang lebih baik.  Merubah pandangan masyarakat ini tentunya bukan hanya tugas KPU sebagai penyelenggara pemilu tetapi juga tugas caleg-caleg dan seluruh stakeholder.  Yang perlu dipahami oleh pemilih adalah tidak ada orang yang sempurna seperti nabi,dewa ataupun tomanurung, tetapi diantara mereka (caleg pemilu 2014) ada terbaik yang mampu malaksanakan amanah suara kita. 
2.      Tidak Terdaftar dalam DPT
Salah satu syarat untuk ikut memilih dalam pemilu 2014 nanti adalah terdaftar dalam DaftarPemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb).  DPT menjadi persoalan klasik setiap penyelenggaraan pemilu karena tidak akurat, komprehensif dan mutakhir.  Usaha menghasilkan DPT yang baik telah dilakukan oleh KPU secara maksimal dengan melakukan penetapan DPT sampai lima kali. 
Jumlah DPT hasil rapat pleno KPU Bone yang terakhir sebesar 553.107 jiwa.  Bila dibandingkan dengan data penduduk potensial pemilih pemilu (DP4)  Kab. Bone sebesar 579.759 Jiwa maka selisihnya sebesar 26.652 jiwa.  Jika data DP4 berbasiskan E-KTP maka ada sekitar 26.652 orang yang tidak tercatat di DPT.  Terlepas dari akurat atau tidaknya data DP4, yang perlu diperhatikan oleh penyelenggara pemilu adalah tetap selalu mencari warga tidak terdaftar yang memenuhi syarat ikut memilih,  karena masih ada kesempatan untuk  dicatat dalam Daftar Pemilih Khusus ataupun  Daftar Pemilih Khusus Tambahan.
3.      Orang yang Tidak Bisa Tinggalkan Rumah
Salah satu syarat untuk didaftar dalam DPT adalah WNI yang berusia 17 tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin, ini berarti di dalam DPT akan ada orang jompo, disabel atau orang sakit yang tidak mempunyai kemampuan untuk datang ke TPS untuk memilih .  Adanya keharusan pemilih datang di TPS untuk memilih, tidak adanya pelayanan pemberian suara dalam bentuk Kotak suara berjalan bagi mereka dan berubahnya wajib pilih menjadi hak pilih menjadikan orang dalam kelompok  ini lebih memilih untuk  tetap tinggal dirumah.  Kelompok ini jumlahnya tidak terlalu banyak namun dalam pemilu satu suara sangat berarti.
4.          Orang yang Sedang Berpergian
Umumnya pemilih yang hanya mengetahui bahwa mereka hanya dapat memilih  di TPS dimana terdaftar. Sehingga ketika meninggalkan tempat pada hari pemungutan suara maka mereka tidak menyalurkan hak suaranya.  Padahal setiap pemilih dapat menyalurkan hak suaranya dimana  berada dengan cara menjadi pemilih tambahan di TPS dimana berada dengan syarat harus memiliki surat keterangan pindah memilih dari PPS dimana terdaftar dalam DPT.


5.      Orang yang  Berada di Rumah Sakit
Ketidaktahuan cara memilih bila pada hari pencoblosan kita berada di rumah sakit dan tidak adanya TPS khusus akan menjadi penyebab tidak tersalurnya suara pemilih.  Oleh karena itu yang perlu dipahami oleh masyarakat adalah bagi pemilih atau  keluarga yang menjalani rawat inap dirumah sakit, dan tenaga medis atau karyawan rumah sakit dapat menyalurkan hak suaranya di TPS yang terdekat dari rumah sakit dengan syarat harus melapor ke KPPS tersebut bila tidak terdaftar sebagai pemilih tetap di TPS tersebut.
6.      Tahanan
Pemilih yang berada di lembaga pemasyarakatan dapat menyalurkan suaranya di TPS yang berada di Lembaga Pemasyarakatan baik sebagai pemilih yang terdaftar dalam DPT maupun sebagai pemilih tambahan.  Yang menjadi persoalan adalah pemilih yang menjadi tahanan di Polres atau polsek akan riskan bila pihak kepolisian memberi kesempatan keluar dari tahanan untuk memilih di TPS terdekat.
7.      Undangan Yang Tidak Sampai ke Pemilih
Persoalan ini menjadi salah satu hal klasik dalam kepemiluan yang disebabkan oleh menajemen logistik kepemiluan yang berjalan maksimal.  Kondisi ini diperparah oleh adanya pemahaman pemilih yang menganggap bahwa kalau undangan tidak sampai, pemilih merasa tidak berhak memilih.  Padahal pemilih dapat menyalurkan hak suaranya walaupun tidak memiliki undangan (Formulir Model C6) asalkan namanya terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). 
            Ketidaktahuan cara menyalurkan hak suara pada kondisi seperti di atas akan menjadi penyebab hilangnya suara rakyat di pemilu nanti, sehingga saling memberikan pemahaman menjadi tanggung jawab kita bersama demi suksesnya pemilu 2014. (Penulis adalah Anggota KPU Bone Periode 2008-2013)