Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh dan Selamat Datang

RENUNGAN KEMERDEKAAN

Merdeka..Merdeka..Merdeka....
Mungkin inilah kata yang paling banyak diucapkan oleh rakyat Indonesia hari ini. Kata yang pernah menjadi slogan oleh para pejuang bangsa ini, kata yang dijadikan sebagai pemersatu dan pembangkit semangat, sumber energi di kala mereka terhimpit oleh suasana penderitaan dari kaum penjajah.
Hari ini tepatnya tanggal 17 agustus 2010, rakyat indonesia merayakan kemerdekaan republik indonesia yang ke 65. Hari kemerdekaan yang dimaknai dengan hari pembebasan dari segala penindasan merupakan bagian dari hak azasi setiap manusia khususnya bangsa indonesia sebagaimana dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang berbunyi :
Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.


Hari ini, kembali saya membayankan bagaimana para pejuang bangsa ini rela mengorbankan segala hal demi masa depan anak-anak bangsa ini, mereka rela mengorbankan nyawanya, harta, keluarga , dengan harapan bahwa anak-anak bangsa ini tidak akan mengalami apa yang meraka alami . Semua dilalui dengan keberanian dan mimpi untuk membangun bangsa Indonesia yang bersatu, mandiri yang mampu bersama-sama memakmurkan rakyatnya sendiri.
Hari ini, berbagai kegiatan yang dilakukan untuk memperingati hari jadi bangsa kita, Upacara Bendera 17 Agustus di seluruh pelosok nusantara, berkumandangnya lagu Indonesia Raya, detik-detik Proklamasi, gelora salam Merdeka, derap langkah nasionalisme, renungan jasa para pahlawan, tabur bunga di makam pahlawan. Kegaitan-kegiatan lain yang masih rangkaian peringatan 17an sebelumnya telah jauh dilaksanakan karena bertepatan bulan puasa seperti panjat pinang, dangdutan, perlombaan olah raga, perkemahan,...dst. Fakta itu menunjukkan bahwa semangat itu masih terasa terpatri disanubari rakyat indonesia, gelora untuk memajukan Indonesia Raya masih ada, kepedihan menahan beban ekonomi sedikit dilupakan untuk meramaikan Pesta Kemerdekaan Indonesia.
Hari ini, saya melihat tayangan disalah satu TV swasta,dimana menayangkan kehidupan masyarakat Indonesia di daerah perbatasan khususnya di Kalimantan Barat. Saya merasa sedih melihat tayangan itu, ada bangunan sekolah yang masih tergolong layak digunakan sebagai tempat mendidik anak-anak bangsa tapi tidak dimanfaatkan karena tidak punya bangku dan meja belajar, gurunya tidak ada. Sisi kehidupan lain, Masyarakat disana belanja dan menjual hasil pertaniannya ke negara tetangga (Malaysia) itu pun mereka lalui dengan berjalan kaki selama 5 jam, contoh lain kehidupan para eksodus timor-timor yang rela tinggal menderita di daerah perbatasan demi mempertahankan nasionalisme mereka. Mungkin masih banyak sisi kehidupam rakyat indonesia lain yang sama dengan itu bahkan mungkin lebih para dari itu. Dan tidak bisa dipungkiri juga, ada daerah yang sarana dan prasarana boleh dikata lengkap, begitu banyak penguasa bangsa kita yang bergelimangan harta yang diperoleh dari hasil korupsi. Inilah ketidakadilan di negara yang telah berusia 65 tahun.
Hari ini, yang saya tahu kemerdekaan itu bukanlah hadiah dari penjajah untuk tetapi hasil perjuangan dari para pahlawan kita yang dipersembahkan untuk seluruh rakyat indonesia bukan untuk sesorang. Seharusnya inilah yang harus dipahami oleh penguasa bangsa ini agar tidak terjadi korupsi, tidak bersifat otoriter, tidak menjadi raja yasng mau seenaknya dilayani oleh rakyat tetapi menjadi pelayan masyarakat apalagi mereka terpilih langsung oleh rakyat.
Kini tongkat estafet itu berada ditangan kita dan suatu saat kita harus memberikan ke generasi lain. Mari kembalikan semangat kemerdekaan, membangun kepercayaan diri untuk bisa maju, membuat bangsa ini bebas dari korupsi, sikap tidak menjajah antara sesama warga negara, mewariskan bumi indonesia masih kaya akan sumberdaya.
Hari ini, mari kita jangan lupakan sejarah karena bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu ingat sejarahnya. Terima kasih para pahlawanku atas segala pergorbananmu semoga arwahmu diterima di sisih Allah SWT. Amin
“selamat HUT RI yang ke 65”

MENGENAL KABUPATEN BONE

Salam hormat untuk semua pembaca, kali ini saya akan memperkenalkan dimana saya lahirkan dan tinggal bersama keluarga, yaitu Kabupaten Bone. Kabupaten Bone merupakan salah satu kabupaten yang terluas di Provinsi Sulawesi Selatan. Kabupaten Bone terdiri dari 27 kecamatan dan 372 kelurahan/desa. Kabupaten Bone ibukotanya Watampone yang berjarak sekitar 180 km dari ibukota Provinsi Sulawesi Selatan Makassar). Penduduk kabupaten Bone umumnya bersuku bugis dan beragama Islam.

Sejarah terbentuknya Kabupaten Bone merupakan peralihan dari suatu kerajaan tua yang tumbuh dan besar di Sulawesi pada zaman dahulu. Kerajaan Bone yang ibu kotanya Bone dalam perkembangannya berubah nama menjadi Lalengbata dan terakhir berubah nama menjadi Watampone.

Menurut sejarah, dahulu Bone merupakan daerah yang kacau balau akibat tidak adanya pemimpin yang dapat mengarahkan/mempersatukan rakyat. Pada saat itu terjadi hukum rimbah, rakyat sianre bale (istilah bugis yang berarti saling membunuh), siapa yang kuat itulah yang menang. Kondisi ini berlangsung sampai tujuh turunan sampai akhirnya muncullah orang yang mampu membawa perdamaian ditengah masyarakat. Orang ini muncul ditengah-tengah rakyat Bone yang asalnya tidak diketahui oleh rakyat Bone sendiri. Sehingga rakyat Bone memberi gelar sebagai To Manurung atau “Manurunge ri Matajang”.

Keberhasilan menciptakan perdamain membuat rakyat Bone bersedia mengankat dia sebagai pemimpinnya yang merupakan hasil mufakat dari para Matoa (Ketua Kelompok Rakyat). Dari sinilah, awal sejarah terbentuknya Kerajaan Bone. Dalam menjalankan tugasnya, Raja ManurungE ri Matajang yang bergelar Mangkau dibantu oleh Matoa Pitu yang terdiri dari Matoa Ujung, Matoa Ponceng, Matoa Ta’, Matoa Tibojong, Matoa Tanete Riattang, Matoa Tanete Riawang, dan Matoa Macege. Berikut raja-raja Bone yang pernah memimpin Bone :
1. Mata SilompoE To Manurungnge (1373 – 1380).
2. La Ummase, putera dari To ManurungngE ri Matajang dan digelar Petta Panre Bessie (1380 -1448).
3. La Saliwu Petta Karampeluwa, Kemenakan dari La Ummase, digelar Petta Pasodowakkae (1448 – 1518).
4. We Tenrigau Daeng Marowa Arung Majang (1512 – 1533), Ratu Perempuan Kerajaan Bone, digelar Makkaleppie atau Bissu ri Laleng Bili’atau Petta ri Lawelareng. Ratu ini kawin dengan Arung Kaju. Menurut kepercayaan rakyat Ratu ini tidak wafat tetapi menghilang secara gaib di cina sehingga di gelar Petta Mallajangnge ri Cina.
5. La Tenrisukki, putra dari We Benrigau (1538 – 1541).
6. La Woloi BoteĆ© putera La Tenrisukki, Petta MatinroE ri Itterung (1541 – 1570).
7. La Tenrirawe BongkangngE, putera La Woloi BoteE, digelar Petta MatinroE ri Gucinna (1570 – 1586). Pada masa pemerintahan raja ini didampingi oleh seorang cendikiawan dan negarawan terkenal kerajaan Bone yang bernama Kajao Laliddong.
8. La Ica, Saudara La Tenrirawe BongkangngE, di gelar Petta MatinroE ri addenenna (1586 – 1604).
9. La Pattawe Arung Kaju (1604 – 1609), anak dari La Pannaungi To Appawawoi saudara dari La Tenrisukki raja Bone ke 5, cucu dari We Tenri Gau Daeng Marowa Arung Majang raja Bone ke 4. Raja Bone ke-9 ini tidak memiliki anak.
10. We Tenrituppu, cucu dari La Woloi BoteƩ Raja Bone ke 6, digelar Petta MatinroE ri Sidenreng. Pada masa pemerintahannya, La tenrituppu merubah nama Matoa Pitu menjadi Ade Pitu atas persetujuan para Matoa.
11. La Tenriruwa Sultan Adam, di gelar MatinroE ri Bantaeng. Beliau Raja Bone yang pertama memeluk Agama Islam (1609 – 1611). Setelah masuknya agama Islam maka struktur pemerintahan kerajaan Bone berubah yaitu dimasukkan perangkap Kadhi. Kadhi terdiri dari Imam, Khatib, Bilal dan lain-lain. Kadhi berfungsi untuk menangani urusan pengembangan dan pemantapan pelaksanaan syariat Islam.
12. La Tenripale To Akkepeyang, putera raja Bone ke 8, kawin dengan Kunange puteri Raja Bone ke 10. Raja ini digelar Petta Matinroe ri Tallo.
13. La Maddaremmeng, cucu Raja Bone ke-8 dan kemanakan Raja Bone ke 12. Pada zaman pemerintahan Baginda, Kerajaan Gowa menyerang dan menaklukkan Kerajaan Bone. Raja ini digelar Petta matinroE ri Bukaka (1667 – 1672).
14. La Tenriaji To Senrima, adik dari raja Bone ke 13. Beliau memberontak terhadap kerajaan Gowa. Lalu La Tenriaji To Senrima diasingkan ke Siang (Pangkep) dan digelar Petta MatinroE ri Siang (1646 – 1650).
15. La Tenri To Appatunru Arung Palakka Petta MalampeE Gemme’na Sultan Saanuddin Mangkau ri Bone To ri Sompae ri Gowa MalebbaE Songko’na Arungna Mandurae MatinroE ri Bontoala, raja Bone ke 15 (1667 -1696), tetapi baru dikukuhkan menjadi Raja Bone tanggal 3 Nopember 1672.
16. La Patau Sultan Alimuddin Idris, Baginda adalah cucu dari La Maddaremmeng raja Bone ke 13, La Patau pertama kawin dengan putri Raja Luwu kemudian perkawinan keduanya dengan putri Raja Gowa. Dari kedua perkawinannya La Patau memiliki putra-putri yang kemudian berkuasa di kerajaan-kerajaan besar di Sulawesi Selatan. La Patau digelar Petta MatinroE ri Nagauleng.
17. Bataritojang Sitti Zainab Sultana Zukijasuddin Arung Timurung Datu Citta, Mangkau di Bone, ini adalah putri La Patau hasil perkawinan dari putri Raja Luwu. Bataritojang ini juga menjadi Payung di Luwu dan Datu di Soppeng. Raja ini memerintah pada tahun 1714 – 1715 dan 1724 – 1748, dan digelar Petta MatinroE Tippulu’e.
18. La Padangsejati To Appaware Arung Palakka adalah putra La Patau dari permaisurinya dari Gowa. Setelah wafat diberi gelar Petta MatinroE ri Beula.
19. La Pareppa To Sappewali adalah saudara kandung dari La Padangsejati mangkau Bone ke 18, 1720 – 1724. Sebelum menjadi Mangkau di Bone telah menjadi Somba di Gowa dan digelari Petta MatinroE ri Somba Opu.
20. La Paongi Appawawoi Arung Mampu, Baginda adalah saudara kandung dengan Raja Bone ke 18 dan 19, setelah wafat digelar Petta Matinroe ri Bisei.
21. Bataritojang Sitti Zainab Sultana Zukijasuddin Arung Timurung Datu Citta, ini masa pemerintahan yang keduanya 1724 – 1748, dan digelar Petta MatinroE ri Tippulu’e.
22. La Tomassonge (La Mappasossong) Jaliluddin Abdul Razak Datu Baringeng, Raja ini juga anak dari La Patau dengan istri dari Gowa. Digelari Petta MatinroE ri Mallimongeng.
23. La Tenrituppu Sultan Achmad Saleh Syamsuddin, baginda adalah cucu dari raja Bone ke 22 dan memerintah pada tahun 1775 – 1812 dan digelari Petta Matinroe ri Rompegading.
24. To Appatunru Sultan Muhammad Ismail Muhtajuddin, baginda memerintah pada tahun 1812 – 1823 adalah putra dari raja Bone ke 23 dan digelari Petta Matinroe ri LalengBata.
25. We Maning Ratu Arung Data Sultana Saleha Rabiyatuddin, baginda adalah saudara raja Bone ke-24. Baginda adalah mangkau di Bone tahun 1825 – 1835, Pada waktu baginda Mangkau di Bone terjadi perang Bone yang pertama melawan Belanda. baginda tidak bersuami dan setelah wafat digelari Petta Matinroe ri Kessi Pangkajene.
26. Mappasiling Arung Panyili Sultan Adam Najamuddin (1835 – 1845), beliau saudara dengan raja Bone ke 25. Setelah wafat digelar Petta Matinroe ri Salassa’na.
27. La Parengrengi Sultah Achmad Saleh Muhiddin Arung Pugi (1845 -1857). Baginda cucu dari Mangkau Bone ke 23. Baginda kawin dengan Besse Kajuara, digelar Petta Matinroe ri Ajangbetteng.
28. We Tenriwaru Pancaitana Besse Kajuara Mangkau di Bone Datu Suppa Sultana Ummulhadi (1857 – 1860), beliau menggatikan suaminya Mangkau di Bone ke 27. Pada masa pemerintahannya terjadi perang Bone ke-II dan ke-III. Nama beliau setelah wafat adalah Pancaitana Besse Kajuara Tenriwaru Peleiengngi Pesempe Petta Matinroe ri Majennang.
29. Singkerrurukka Arung Palakka Sultan Achmad Idris, beliau adalah cucu dari Mangkau ke 24. Beliau Mangkau Bone (1860 -1871) dan digelar Petta Matinroe ri Paccing.
30. Fatimah Banri arung Timurung (1871 – 1895), Baginda adalah puteri dari Mangkau Bone ke 29. Setelah wafat digelar Petta Matinroe ri Bolampare’na.
31. La Pawawoi Arung Segeri, beliau saudara seayah dengan Mangkau Bone ke 30. Pada tahun 1895 di usia 60, beliau Mangkau di Bone. Pada tahun 1905 Belanda menyerang Kerajaan Bone yang disebut perang Bone ke 4, ketika itu beliau ditangkap dan dibuang ke Bandung kemudian dipindahkan ke Batavia. Setelah wafat digelar Petta Matinroe ri Betawi. Makam beliau kini berada di TMP Kalibata.
32. Mappayukki Sultan Ibrahim, beliau adalah putera ke 2 Sombaya di Gowa ke 34 Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Huzain Tumanenga ri Bundu’na. Beliau Mangkau di Bone dari 2 April 1931 – 19 Juni 1946, dan wafat pada tanggal 18 April 1967, digelar Petta MatinroE ri Jongae. Baginda dimakamkan di TMP Panaikang Makassar.
33. Andi Pabbenteng Daeng Palawa, beliau diangkat oleh NICA menjadi raja Bone pada 19 Juni 1946 dan turun tahta sesudah pengambilalihan kekuasaan di wilayah Indonesia Timur dari Kekuasaan Belanda oleh operasi militer APRIS pada tanggal 26 Mei 1950.

Bone setelah lepas dari Pemerintahan Kerajaan dan menjadi Kabupaten Bone , sampai saat ini tercatat 13 (tiga belas) Kepala Daerah di beri kepercayaan untuk mengembang amanah pemerintahan di Kabupaten Bone masing-masing :

1. Andi Pangeran Petta Rani, Kepala Afdeling/ Kepala Daerah Tahun 1951 sampai dengan tanggal 19 Maret 1955.
2. Ma’Mun Daeng Mattiro Kepala Daerah tanggal 19 Maret 1955 sampai dengan 21 Desember 1957.
3. H.Andi Mappanyukki Kepala Daerah/ Raja Bone tanggal 21 Desember 1957 sampai dengan 1960.
4. Kol. H.Andi Suradi, Kepala Daerah tanggal 21 M e i l960 sampai dengan 01 Agustus 1966.
5. Andi Baso Amir, Kapala Daerah Tanggal 02 Maret 1967 sampai dengan 18 Agustus 1970.
6. Kol. H. Suaib, Bupati Kepala Daerah tanggal 18 – 08 - 1970 sampai dengan 13 Juli 1977.
7. Kol.H.P.B.Harahap, Bupati Kepala Daerah tanggal 13 Juli 1977 sampai dengan 22 Pebruari 1982.
8. Kol.H.A.Made Alie, PjS Bupati Kepala Daerah tanggal 22 Pebruari 1982 sampai dengan 6 April 1982 sampai dengan 28 Maret 1983.
9. Kol.H.Andi Syamsul Alam, Bupati Kepala Daerah tanggal 28 Maret 1983 sampai dengan 06 April 1988.
10. Kol.H.Andi Sjamsul Alam, Bupati Kepala Daerah tanggal 06 April 1988 sampai dengan 17 April l993.
11. Kol. H.Andi Amir, Bupati Kepala Daerah tanggal 17 April 1993 Sampai 2003
12. H. A. Muh. Idris Galigo,SH (Bupati 2003-2008)
13. H. A. Muh. Idris Galigo, SH (Bupati periode 2008 – 2013, yang dipilih secara langsung oleh rakyat Bone melalui Pilkada)