Pemilu
legislatif 2014 sudah mulai terasa walaupun waktunya masih berkisar tujuh bulan
lagi. Pemberitaan tentang hal ini mulai
marak baik melalui media cetak maupun
media elektronik bahkan menjadi bahan perbincangan diwarung kopi, pos kamling sampai pasar
tradisional, yang lebih menarik lagi dipinggir jalan para bakal calon yang akan
bertarung memperebutkan suara rakyat menghiasi pohon-pohon dengan berbagai
jargon politiknya walaupun mereka belum ditetapkan sebagai peserta oleh KPU. Kondisi ini akan lebih marak lagi pasca
penetapan Daftar Calon Tetap untuk Pemilu Anggota DPRD Bone oleh KPU Bone.
Berbicara
tentang pemilu pasca reformasi menjadi hal menarik bila dibandingkan dengan
pemilu di masa rezim orde baru hal ini tidak lepas dari pelaksanaan pemilu di
masa sekarang relative fair dan bersih walaupun diakui masih ada
kekurangan terjadi. Sebagai agenda
ketatanegaraan yang dilaksanakan setiap lima tahun sekali diharapkan kita tidak
apatis terhadap kekurangan yang telah terjadi tetapi kita harus selalu optimis
kearah yang lebih baik mengingat pemilu sangat diperlukan sebagai salah satu
mekanisme dalam mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat.
Pemilu
2014 menjadi pemilu legislative yang ke empat setelah lahirnya reformasi
diharapkan tidak sekedar menjadi acara seremonial demokrasi tetapi menjadi
wadah demokrasi yang berjalan secara prosedural
maupun subtantif karena diakui
pemilu-pemilu yang selama ini telah dilakukan masih sukses dari sisi prosedural.
Khusus di Kabupaten Bone pemilu
kedepan kembali akan menjadi
pembuktian kedewasaan berpolitiknya masyarakat bumi arung palakka sekaligus
pembuktian bahwa nilai demokrasi di Bone telah tertanam bahkan sudah tumbuh. Saya kira hal ini bukan berlebihan bila kita
berkaca pada pelaksanaan pemilukada yang dilaksanakan tujuh bulan lalu yang berlangsung aman dan tertib.
Perbandingan
Pemilu legislatif dan Pemilukada tentu berbeda namun memiliki tingkat
persaingan yang tinggi dari sisi yang berbeda.
Pemilukada pesertanya perseorangan yang diusung oleh partai politik dan
gabungan partai politik serta perseorangan dari non partai politik. Pemilukada memperebutkan suara rakyat untuk
mendapatkan satu kursi sedangkan pemilu legislatif (DPRD Kabupaten Bone)
memperebutkan 45 kursi tetapi peserta yang akan bertarung banyak yaitu 514
orang dari 12 partai (berdasarkan hasil penetapan KPU Bone pada tanggal 21
Agustus 2013).
Ada
dua hal yang menarik dari pemilu legislatif adalah satu: persaingan untuk mendapatkan kursi bukan hanya antar partai
politik tetapi persaingan akan terjadi antara calon di dalam satu partai
politik. Kedua adalah persaingan
antar Dapil (daerah pemilihan) yang berbeda yang disebabkan oleh jumlah kursi yang
diperebutkan berbeda dan harga satu kursi juga berbeda antar dapil mengingat
jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap)
setiap dapil yang berbeda. Kedua faktor
itu secara langsung akan mempengaruhi ongkos politik setiap partai politik
maupun calon.
Mencari 45 orang dari 514 dari lima
daerah pemilihan di Kabupaten Bone bukan sekadar untuk dipilih akan tetapi
diharapkan akan menjadi wakil rakyat yang mampu memenuhi kebutuhan rakyat bone
minimal lima tahun ke depan. Bila kita
cermati memilih 45 orang dari ratusan calon anggota DPRD yang ditawarkan oleh
partai politik tentunya mengisyaratkan
bahwa rakyat akan mencari sosok ideal. Ideal dalam artian adalah orang yang mampu membawa kehidupan masyarakat
keluar dari kesulitan. Kondisi
infrastruktur Bone yang banyak rusak terutama jalan raya, jalanan desa masih
banyak belum pernah tersentuh aspal sejak Indonesia merdeka, PAD Bone yang
terus merosot, naiknya harga BBM yang
berdampak pada naiknya harga sembako dan kebutuhan lainnya merupakan sebagian
kesulitan yang dialami oleh masyarakat.
Harapan masyarakat keluar dari
kesulitan hidup terutama dalam memenuhi kebutuhan dasarnya seakan tercapai lima
tahun kedepan bila kita perhatikan jargon-jargon politik kandindat tertera
dispanduk, banner dan alat peraga kampanye lainnya. Tentu rakyat berharap jargon itu tidak hanya
menjadi lips service saja tetapi akan
kenyataan bila telah menjadi anggota dewan terhormat. Apalagi perjuangannya nanti di perkuat
kewenangan melalui amandemen UUD 1945.
Banyaknya calon yang ditetapkan
sebagai Daftar Calon Tetap untuk bertarung memperebutkan kursi DPRD Bone pada
pemilu 2014 oleh KPU Bone tidak lepas dari amanah Undang-Undang No. 8 tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD yang memberikan kesempatan pada
partai politik menyiapkan calon paling
banyak 100 % (seratus persen) dari jumlah kursi pada setiap daerah pemilihan. Hal ini menunjukan bahwa animo Masyarakat
Bone untuk menjadi wakil rakyat sangat tinggi.
Yang perlu kita apresiasi adalah Partai Politik yang mampu memenuhi 100 %
jumlah calon dari setiap daerah pemilihan, ini menunjukkan parpol di bone mampu
melaksanakan salah satu fungsinya sebagai wadah rekruitmen politik.
Masyarakat Bone tentu berharap pada
partai politik tidak hanya menyiapkan calon dari segi kuantitas tetapi
dibarengi oleh kualitas calon karena partai politiklah yang memiliki peran
utama dalam menyiapkan calon yang berkualitas.
Partai politik yang menampilkan calon dari segi kualitas dan kualitas
memberikan kesempatan pada pemilih untuk memilih yang terbaik dan secara
langsung anggota parlemen akan baik.
Anggota
Dewan yang Ideal
Bila
kita mau membuat kategorisasi anggota dewan yang ideal, maka penulis
berpendapat bahwa kriteria-kriteria itu sangat relevan bila kita berdasar pada
kriteria-kriteria pemimpin dan kepemimpinan yang dikemukakan dan diurai oleh
para ahli kepemimpinan. Chaniago 2009, menjelaskan
kategori pemimpin dan kepemimpinan itu dibagi kedalam dua kelompok kriteria. Pertama, adalah Kelompok Kriteria moral
dan kedua, Kelompok kriteria yang
terkait dengan kemampuan. Kriteria moral
meliputi sifat-sifat baik seseorang seperti jujur, adil, dapat dipercaya,
konsisten, tingkat apresiasi terhadap perempuan, anak-anak dan kaum marginal,
catatan perbuatan terhadap masyarakat dan orang lain dan beberapa kriteria
lainnya.
Kriteria moral harus menjadi
perhatian utama kita dalam memilih mengingat kekecewaan masyarakat terhadap
anggota dewan selama ini tidak lepas dari rendahnya moral mereka. Banyaknya anggota dewan yang berurusan dengan
pihak polisi, KPK karena korupsi, tertangkap akibat sabu-sabu, janji politik
yang tidak ditepati, pelecehan seksual, timbulnya kebijakan tidak adil yang
dirasakan oleh masyarakat akibat produk Undang-Undang memang sudah tidak
adil, dan lain-lain menjadi pemandangan
yang sering kita saksikan lewat media TV, bahkan mungkin ada saksikan secara
langsung. Dampak lebih buruk rendahnya
moral anggota legislative adalah bila menular ke lembaga eksekutif.
Kriteria yang terkait dengan
kemampuan tidak kalah pentingnya dengan kriteria moral mengingat tantangan
untuk membawa masyarakat Bone kearah yang lebih baik sebagaimana visi misi
Bupati dan wakil Bupati Bone. Program
eksekutif tidak akan berjalan lancar bila tidak ada dukungan dari kemampuan
anggota legislative. Kriteria terkait
dengan kemampuan diantaranya meliputi dari kompetensi, kapasitas, kapabilitas,
dan yang lebih penting adalah kemampuan dari segi rohani dan jasmani. Memilih anggota legislative dengan mengacu
pada kriteria kemampuan tersebut bertujuan untuk menghindari terpilihnya
anggota dewan terhormat yang berlabel 4DS (datang,
duduk, diam, dengar dan setuju).
Menjadi
Pemilih Cerdas
Penetapan Daftar Calon Tetap pemilu
2014 yang berkisar tujuh bulan sebelum hari pencoblosan menjadi kesempatan yang
baik bagi calon mensosialisasikan diri kepada konstituen begitupun sebaliknya
konstituen memiliki kesempatan yang banyak untuk mengenal calon-calon yang akan
dipilih. Tujuh bulan dianggap cukup untuk membangun dukungan walau diakui membangun
dukungan bukan perkarah mudah. Kampanye
bukanlah urusan satu-dua minggu menjalajahi orang banyak apalagi kalau
membangun citra. Memanfaatkan waktu
tujuh bulan untuk menyampaikan visi misi calon dengan maksimal akan memiliki
peluang besar terpilih di dalam model pemilihan yang proporsional terbuka
dengan sistem suara terbanyak.
Pemilu sebagai arena pertarungan
politik, usaha untuk memenangkannya pun dilakukan berbagai cara, termasuk yang
dilarang oleh aturan seperti money politic.
Fenomena adanya kecenderungan pergerseran pemilih murni ke pemilih
transaksional menjadi lahan bagi calon yang akan melakukan money politic. Apalagi
jarak tujuh bulan ini ada tiga momen yang memberikan peluang untuk
melakukan money politic yaitu idul adha, tahun baru dan menjelang hari H.
Menghilangkan perusak demokrasi ini menjadi tantangan bagi penyelenggara
terkhusus pengawas pemilu mengingat money politik bagaikan buang angin/kentut (meminjam istilah mantan ketua KPU Sul-Sel,
Dr. Jayadi Nas) yang bisa dirasakan tapi sulit dibuktikan. Kita harus sadar bahwa menjadi pemilih yang
transaksional hanya akan memberikan keuntungan sementara. Calon yang terpilih tidak akan bisa
diharapkan melakukan perubahan yang bisa menguntungkan kita kalaupun melakukan
perubahan yang memperoleh keuntungan adalah para wakil itu sendiri.
Oleh
karena itu penulis mengajak untuk menjadikan pemilu 2014 lebih demokratis dari
pemilu-pemilu sebelum dengan cara menjadi pemilih cerdas dengan memanfaatkan
waktu tujuh bulan untuk memahami 514 orang calon wakil kita. Mencermati dari segi visi/misi, latar belakang
baik dari segi kriteria moral maupun kriteria kemampuan, prestasi yang pernah
dicapai, tidak menerima money politic dalam bentuk apapun sehingga pada hari
pencoblosan kita dapat memilih
wakil-wakil rakyat yang berkualitas. (Penulis
adalah anggota KPU Bone periode 2008-2013)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar