Bagi negara yang
menamakan dirinya sebagai negara demokrasi, pemilihan umum merupakan mekanisme
utama yang harus ada dalam tahapan penyelenggaraan negara dan pembentukan pemerintahan. Pemilu dipandang sebagai bentuk nyata dari
kedaulatan yang berada di tangan rakyat serta wujud paling konkret partisipasi
rakyat dalam penyelenggaraan negara.
Sehingga tidak salah jika sistem penyelenggaraan Pemilu selalu menjadi
perhatian utama bagi
stakeholder dan masyarakat umum. Pemerintahan dari, oleh dan untuk rakyat
diharapkan benar-benar dapat diwujudkan melalui penataan sistem dan kualitas
penyelenggara pemilu.
Masyarakat
tentu berharap Pemilu 2014, akan
terlaksana dengan
baik sehingga pemilu secara prosedural
maupun substansial dapat tercapai.
Kendalanya adalah adanya kecenderungan tingkat partisipasi pemilih
semakin menurun dari pemilu ke pemilu disisi lain adanya
sifat pragmatisme pemilih yang sekarang berkembang. Walaupun diakui di negara
yang demokrasinya sudah modren tingkat partisipasi pemilih selalu rendah tidak
menjadi masalah. Namun di Indonesia yang
demokrasinya masih berjalan menuju demokrasi modern sangat riskan bila
partisipasi pemilih rendah mengingat para pemimpin yang diharapakan terpilih adalah
mereka yang mendapat legitimasi dari rakyat.
Menyukseskan pemilu 2014 salah satu target yang harus
dicapai oleh Komisi Pemilihan Umum adalah tingkat partisipasi pemilih sebesar 75 %. Di
Kabupaten Bone target tersebut telah tercapai pada pemilu Anggota DPR, DPD,
DPRD Proinsi dan DPRD Kabupaten/kota tahun 2009 sebesar 75,48 %, Pemilu
Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009 sebesar 85,63 % . Yang perlu mungkin dicermati oleh
penyelenggara dan seluruh stakeholder di Bone adalah turunnya partisipasi pemilih
pada pemilukada kemarin dibawah 75% yaitu 74,75 % padahal tingkat interest
pemilukada lebih menarik bila dibandingkan dengan pemilu legislatif bahkan dari
sisi teknis pemilukada lebih mudah dibanding dengan pemilu legislatif 2009.
Ada
beberapa letak potensi yang bisa menjadi penyebab tidak tersalurnya hak suara
pemilih pada pemilu 9 April nanti yaitu :
1. Orang
yang Sengaja Golput
Golput atau golongan putih adalah suatu tindakan untuk tidak menggunakan hak suaranya
untuk memilih pada saat pemilihan umum (pemilu) dengan berbagai faktor dan
alasan.
Kelompok ini muncul pada pemilu-pemilu pada zaman orde baru yang mana
penyebabnya adalah ketidakmampuan penyelenggara pemilu menyelenggarakan pemilu
secara langsung, umum, bebas dan rahasia, serta ketidakmampuan menjaga suara
rakyat.
Sekarang golongan putih lebih
disebabkan oleh adanya image dari masyarakat yang tidak merasakan manfaat hasil
pemilu karena mereka yang terpilih pada pemilu sebelumnya lebih mementingkan
golongannya bahkan dirinya sendiri.
Kondisi ini menyebabkan timbulnya ketidakpercayaan pada caleg-caleg
sekarang untuk merubah kehidupan berbangsa dan bernegara kearah yang lebih
baik. Merubah pandangan masyarakat ini
tentunya bukan hanya tugas KPU sebagai penyelenggara pemilu tetapi juga tugas
caleg-caleg dan seluruh stakeholder.
Yang perlu dipahami oleh pemilih adalah tidak ada orang yang sempurna
seperti nabi,dewa ataupun tomanurung, tetapi diantara mereka
(caleg pemilu 2014) ada terbaik yang mampu malaksanakan amanah suara kita.
2. Tidak
Terdaftar dalam DPT
Salah
satu syarat untuk ikut memilih dalam pemilu 2014 nanti adalah terdaftar dalam
DaftarPemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih
Khusus (DPK) dan Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb). DPT menjadi persoalan klasik setiap
penyelenggaraan pemilu karena tidak akurat, komprehensif dan mutakhir. Usaha menghasilkan DPT yang baik telah
dilakukan oleh KPU secara maksimal dengan melakukan penetapan DPT sampai lima
kali.
Jumlah
DPT hasil rapat pleno KPU Bone yang terakhir sebesar 553.107 jiwa. Bila dibandingkan dengan data
penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) Kab. Bone sebesar 579.759 Jiwa maka
selisihnya sebesar 26.652 jiwa. Jika
data DP4 berbasiskan E-KTP maka ada sekitar 26.652 orang yang tidak tercatat di
DPT. Terlepas dari akurat atau tidaknya
data DP4, yang perlu diperhatikan oleh penyelenggara pemilu adalah tetap selalu
mencari warga tidak terdaftar yang memenuhi syarat ikut memilih, karena masih ada kesempatan untuk dicatat dalam Daftar Pemilih Khusus
ataupun Daftar Pemilih Khusus Tambahan.
3. Orang
yang Tidak Bisa Tinggalkan Rumah
Salah satu syarat untuk didaftar
dalam DPT adalah WNI yang berusia 17
tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin, ini berarti di dalam
DPT akan ada orang jompo, disabel atau orang sakit yang tidak mempunyai
kemampuan untuk datang ke TPS untuk memilih .
Adanya keharusan pemilih datang di TPS untuk memilih, tidak adanya
pelayanan pemberian suara dalam bentuk Kotak
suara berjalan bagi mereka dan berubahnya wajib pilih menjadi hak pilih
menjadikan orang dalam kelompok ini
lebih memilih untuk tetap tinggal
dirumah. Kelompok ini jumlahnya tidak terlalu
banyak namun dalam pemilu satu suara sangat berarti.
4.
Orang yang Sedang Berpergian
Umumnya pemilih yang hanya
mengetahui bahwa mereka hanya dapat memilih di TPS dimana terdaftar. Sehingga ketika
meninggalkan tempat pada hari pemungutan suara maka mereka tidak menyalurkan
hak suaranya. Padahal setiap pemilih
dapat menyalurkan hak suaranya dimana
berada dengan cara menjadi pemilih tambahan di TPS dimana berada dengan
syarat harus memiliki surat keterangan pindah memilih dari PPS dimana terdaftar
dalam DPT.
5. Orang
yang Berada di Rumah Sakit
Ketidaktahuan
cara memilih bila pada hari pencoblosan kita berada di rumah sakit dan tidak
adanya TPS khusus akan menjadi penyebab tidak tersalurnya suara pemilih. Oleh karena itu yang perlu dipahami oleh
masyarakat adalah bagi pemilih atau keluarga yang menjalani rawat inap dirumah
sakit, dan tenaga medis atau karyawan rumah sakit dapat menyalurkan hak
suaranya di TPS yang terdekat dari rumah sakit dengan syarat harus melapor ke
KPPS tersebut bila tidak terdaftar sebagai pemilih tetap di TPS tersebut.
6. Tahanan
Pemilih yang berada di lembaga
pemasyarakatan dapat menyalurkan suaranya di TPS yang berada di Lembaga
Pemasyarakatan baik sebagai pemilih yang terdaftar dalam DPT maupun sebagai
pemilih tambahan. Yang menjadi persoalan
adalah pemilih yang menjadi tahanan di Polres atau polsek akan riskan bila pihak
kepolisian memberi kesempatan keluar dari tahanan untuk memilih di TPS
terdekat.
7.
Undangan
Yang Tidak Sampai ke Pemilih
Persoalan ini menjadi salah satu hal
klasik dalam kepemiluan yang disebabkan oleh menajemen logistik kepemiluan yang
berjalan maksimal. Kondisi ini diperparah
oleh adanya pemahaman pemilih yang menganggap bahwa kalau undangan tidak
sampai, pemilih merasa tidak berhak memilih.
Padahal pemilih dapat menyalurkan hak suaranya walaupun tidak memiliki
undangan (Formulir Model C6) asalkan namanya terdaftar di Daftar Pemilih
Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), Daftar Pemilih Khusus (DPK) dan
Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb).
Ketidaktahuan cara menyalurkan hak
suara pada kondisi seperti di atas akan menjadi penyebab hilangnya suara rakyat
di pemilu nanti, sehingga saling memberikan pemahaman menjadi tanggung jawab
kita bersama demi suksesnya pemilu 2014. (Penulis adalah Anggota KPU Bone Periode
2008-2013)